Gemericik
hujan yang sedari tadi membasahi bumi masih juga belum berhenti. Ku
sesap teh hangat yang tersaji di meja kerja sedikit demi sedikit
sembari memeriksa dokumen yang kemarin telah selesai ku kerjakan. Dengan
harapan hangatnya teh mampu menghilangkan dinginnya hawa pagi ini yang
mampu menembus hingga ke dalam hatiku.
Dengan
gelisah, ku edarkan pandangan mengelilingi ruangan. Berharap menemukan
sosok yang kucari, yang biasanya melewati anak tangga ruangan lantai
satu ini. Dialah sosok yang mampu mencerahkan hariku, sosok yang menjadi
alasan mengapa aku betah berada di kantor, sosok yang menjadi alasanku
untuk tiba di kantor lebih awal.
“Kamu nyari siapa, Vin?” tanya Devi yang rupanya melihat kegundahanku.
“Eh, E enggak
…,” jawabku kebingungan.
“Nyari Adam, ya?
Katanya sih dia bakalan telat, ada urusan mendadak.” Mendengar kata-kata Devi
entah mengapa rasa kecewa menyusup ke dalam hati. Tiba-tiba saja aku kehilangan
minat terhadap teh hangat yang sedari tadi menemani agar tak kedinginan.
“Iih, apaan sih!
Siapa juga nyariin dia,” aku berusaha mengelak.
Ku tundukkan wajahku,
berpura-pura menekuri komputer agar Devi tak bisa melihat semburat merah yang
saat ini pasti menghiasi pipiku.
“Eeh, Adam! Baru
datang, nih. Jangan lupa data yang ku minta kemarin. Segera siapkan, ya!” suara
Devi membuatku kaget.
Mendengar namanya disebut tiba-tiba saja semangat ini
muncul kembali. Sekelebat desiran di hati muncul tanpa sempat ku tepis.
“Selamat pagi,
Vin! Yang rajin kerjanya, jangan asal-asalan kalau ngetik, ya!” sapa Adam
seraya tersenyum sebelum menghilang menuju ruangannya di lantai atas. Aah,
betapa leganya hati ini melihatnya, pertanda hari ini tak akan kelabu, sekelabu
langit yang tak henti-hentinya memuntahkan butiran air yang entah kapan akan
reda.
“Dev, kok aku
perhatikan Adam enggak kebasahan, ya! Padahalkan di luar hujan deras banget,”
tanyaku pada Devi sambil mulai mengerjakan pekerjaan yang menumpuk di meja
kerja.
“Paling dia naik
mobil. Biasanya aku nebeng sama dia kalau hujan gini,” jawab Devi tanpa
berpaling dari komputernya.
“Oooh, dia punya
mobil, ya!” kataku.
“Heem.” Hanya
itu jawaban yang keluar dari mulut Devi. Ku putuskan menyudahi obrolan kami
karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Lagipula, aku harus
menyelesaikan pekerjaanku sesegra mungkin agar bisa ngobrol bersama Adam dengan
tenang nanti.
Ketika sedang
asyik-asyiknya mengetik tiba-tiba saja Adam muncul mengagetkanku.
“Pinjam stempel,
donk!” katanya sembari mengobrak abrik dokumen yang tersusun rapi di samping
meja kerjaku.
“Eh, enak aja.
Main hambur meja orang lain. Sabar dikit kenapa, sih!” kataku ketus.
“Kelamaan.
Takutnya kamu gak konsen nanti malah enggak karuan kerjaanmu seperti biasanya,”
katanya enteng.
“Kamu nih, ya!”
“Udah dapat! Aku
bawa dulu stempelnya. Bye,” ujar Adam lagi, kali ini tangannya dengan lincah
menekan huruf di keyboard komputerku secara acak.
“Iiiih, Adaaaam
…,” teriakku geram. Sementara dia hanya tertawa, kembali berjalan menuju
ruangannya.
Begitulah Adam,
orang yang paling usil di kantor. Bahkan keusilannya sudah melegenda. Tak ada
satupun dari kami yang tak luput dari tingkah nyelenehnya. Meskipun demikian,
aku tak bisa marah padanya. Meskipun kadang ingin sekali melemparkan sepatu ke
wajahnya, namun rasa senang akan gurauan-gurauan receh itu membuatku girang tak
kepalang hingga melupakan niat untuk membalas perlakuannya.
Adam, meskipun
konyol namun memiliki kharisma tersendiri di mataku. Bukan hanya karena
tampangnya yang lumayan, tapi juga karena tunggangan yang dipakainya setiap
hari ke kantor. Selain itu meskipun dia punya segalanya, tak pernah ia merasa
jemawa dengan bertingkah sombong memamerkan apa yang dia punya. Selalu saja ada
kejutan-kejutan tak terduga mengenai Adam yang baru ku ketahui setiap harinya.
Oooh … Adam! Tak
terasa, tanpa diperintah, bibirku menyunggingkan senyuman.
“Adam, emang
gitu orangnya, Vin! Semua orang dia jahilin, bukan hanya kamu,” kata Devi yang
meja kerjanya terletak tepat dihadapanku.
“Oooh … gitu, ya
Mbak Dev!”
“Lama-lama juga
kamu bakalan tau, kok! Kalau dia emang gitu tingkahnya, gila banget tuh anak.
Waktu aku baru kerja di sini kayak kamu, habis juga aku dikerjainya tiap hari.
Tanya aja tuh sama yang lain, semua anak baru pasti kena.”
Melihatku hanya
diam menyimak perkataannya, Devi melanjutkan, “Kamu yang sabar, ya! Jangan
sampai kamu … ” belum selesai Devi menjelaskan, tiba-tiba telepon di mejanya
berbunyi. Dengan cekatan Devi menerima panggilan telepon tersebut. Setelah itu
Devi segera beranjak dari tempat duduknya meninggalkan ruangan dengan membawa
setumpuk dokumen
***
Aku baru saja
hendak memejamkan mata ditemani lagu Nella Kharisma ketika tiba-tiba bayangan
Adam melintas. Setelah seharian bekerja tentu saja tidur merupakan hal yang
paling nyaman untuk dilakukan. Hanya saja aku tak dapat memejamkan mata,
pikiranku di penuhi oleh Adam. Senyum manisnya, tawanya yang renyah saat
berhasil mengerjaiku silih berganti mengisi kepala.
Ku raih gawai
yang tergelatak di sampingku. Ku buka kontak BBM Adam. Ingin sekali ku tulis
pesan untuknya tapi ada perasaan ragu yang hinggap. Tak apalah, jika aku hanya
mengucapkan selamat malam, pikirku. Tentu hal tersebut bukan masalah besar.
Setelah mempertimbangkan
ratusan kali dengan puluhan kata yang ku hapus silih berganti, akhirnya aku
memutuskan untuk mengiriminya stiker saja. Ku pilih stiker bertuliskan selamat
malam berhiaskan bunga dan tanda hati yang ku rasa paling manis kepadanya.
Tak lama
kemudian gawaiku berbunyi, pertanda ada pesan BBM yang masuk. Cepat sekali Adam
membalas pesanku, hatiku berdebar kencang saat memegang gawai di tangan. Ku
bayangkan kata-kata atau stiker apa yang dipilih Adam untuk membalas pesanku.
Aih, kekanak-kanakan sekali diriku, tapi biarlah. Namanya juga orang lagi jatuh
hati.
Dengan perasaan
membuncah ku pandangi layar handphone, ku pilih ikon BBM yang menampilkan
belasan pesan masuk dari beberapa orang yang berbeda. Benar saja, nama Adam
tertera di dalamnya.
(Maaf ini siapa,
ya? Kalau ada perlu sebaiknya langsung telepon saja. Saya enggak enak jadi
salah paham sama istri gara-gara chat ini)
Begitu bunyi
pesan yang tertera di layar. Seketika hatiku mencelos, ada rasa sakit yang ku
rasakan. Rasa sakit karena merasa dipermainkan, meskipun aku tahu perasaan ini
salah. Hanya saja, mengapa sampai nomer handphoneku pun dia tak menyimpannya?
Padahal dia begitu akrab denganku ketika di kantor.
Harus ku balas
apa pesan darinya ini? Dadaku sesak memikirkannya, tak sanggup tangan ini bergerak
meski hanya untuk menyentuh huruf di layar. Ku letakkan gawai di
tempat tidur tanpa membalas pesan dari Adam.
Pelan-pelan ku
pejamkan mata sembari menikmati lagu “Jaran Goyang” yang dilantunkan oleh Nella
Kharisma.
“Apa salah dan dosaku, sayang
Cinta suciku kau buang-buang
Lihat jurus yang kan ku berikan
Jaran goyang, jaran goyang … “
Bersambung ...
32 komentar
Saya suka endingnya, nggak ketebak. Kasian deh, Vin.....
ReplyDeleteMakasih, mbak!
DeleteKrisannya donk, mbak. Biar cerpen saya selanjutnya bisa makin kece. Hehehe
Wah.....saya belum pantes kasih krisan, harus yang senior. Buat saya sih udah enak banget dibaca. Cuman judulnya agak terlalu berat. Kalo dia bukan takdirku biasanya udah pacaran lama dan serius tau-tau putus. Ini kan baru naksir sepihak doang. Gitu kira-kira.......
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteMakasih masukannya, mbak! Yang tadi typo. Wkwkwk
ReplyDeleteBikin novel doong.. Kereen greget banget ��
ReplyDeleteBikinin. Wkwkwk
DeleteAku dari tadi mau komen gak enak ��
ReplyDeleteItu si A beneran lho nama mantanku wkwkwk.... tapi doi sampai sekarang masih single blm nikah nungguin saya kali #eeeaaa
Duuuh, kok bisa pas banget, yess Bun!
DeleteAku deg2an bacanya, terus endingnya bikin sakit hati padahal aku udah ngerasain jatuh hati loh. Aih hehe ~
ReplyDeleteEaaaaaa
DeleteOalah, ini toh yang diomongin di group. Kalian memang super duper keren. Apa pun ocehannya, bakal dijadikan tulisan. Kalau gak artike, ya buku. Mantap
ReplyDeleteHehehe Alhamdulillah selalu dikelilingi org2 hebat dan penuh inspirasi.
Deleteyyaaahhh... laki orang ternyata, hihi ^^
ReplyDeleteSalah jatuh cinta dia, mbak. Hehehe
Deletekalo diterusin jadi novel kayaknya kece nih
ReplyDeleteWaaaah belum bermimpi bikin novel saya, mbak. Mudah2an suatu saat bisa.
DeleteBerasa masuk ke cerita, tapi tau2 endingnya putus gitu aja.
ReplyDeletekeren...sukaa...
ReplyDeleteMakasih, mbak!
DeleteSatu kata : Keren! syukaa mbaakk, salam kenal, ya :)
ReplyDeleteMakasih, mbak!
DeleteSalam kenal juga dari saya.
Bagus ceritanya, cuman bersambung, jadi penasaran. Saya kasih krisan dikit, ya. Untuk segi kontent atau isi bisa ditambahkan metode 'show not tell' biar lebih berasa feelnya. Tambahin dikit aja. Penulisan udah rapi tapi ada catatan untuk penulisan kata ku, harusnya ditulis serangkai, jangan dipisah dengan kalimat sebelumnya. Ini aja sedikit note dari saya. 😊
ReplyDeleteSiap, mbak! Makasih banyak atas masukannya.
DeleteBagus mba...nunggu episode berikutnya
ReplyDelete*Jangan2 ni adam ngerjain lagi, belagak nggak ngesave pin BB+pura2 punya istri
Nah, bisa jadi. hehehe
DeleteWalaaaah udah punya istri. Ngeselin banget ya Si Adam. Jadi kesel sendiri. 🙈
ReplyDeleteHihihi kadang lelaki gak sadar kalo yang dilakukannya berbahaya. meski gak ada niat tapi siapa yang tahu hati perempuan. hehehe
DeleteAdam tipe cow yg suka tebar pesona ckxk
ReplyDeleteTerlalu ramah, ya. hihihi
Deletewaduhh... kena php nih.
ReplyDeleteHehehe
Delete