Membangun Generasi Bebas Korupsi! Ngimpi?!





https://goo.gl/images/eyDk6D

Yups, Akhir-akhir ini diakibatkan viralnya tiang listrik yang ditabrak si papah, dan lagi-lagi si papah masuk rumah sakit saat harus berhadapan dengan KPK tergelitik juga pengen buat tulisan ini.

Yap, korupsi memang sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, para pemangku jabatan negara hilir mudik menunggu giliran untuk dicyduk KPK. Tak terhitung lagi berapa orang kepala daerah yang sudah menghuni hotel prodeo dan entah berapa orang lagi yang akan menyusul. Belum lagi jajaran anggota dewan wakil rakyat yang terhormat, udah ketahuan belangnya masih aja sempat-sempatnya berkilah sampai bermain drama.

Seolah putus urat malunya udah dijadiin tersangka masih aja wara wiri di televisi, menyangkal dengan sejuta alasan. Untungnya masyarakat jaman now bukan masyarakat yang mudah dibodohi, drama murahan anda tak mempan merebut simpati rakyat wahai tuan wakil rakyat. Yang ada situ malah dijadiin bahan ejekan yang akhirnya membuat anda marah hingga terserang vertigo.
https://goo.gl/images/uXP2px

Sudah bukan rahasia umum lagi, pejabat negara yang bersih dari korupsi bisa dihitung dengan jari, tapi apa lacur mereka yang berbeda tersebut di bully habis-habisan. Mereka yang tak ingin bermain jual beli proyek disisihkan, jangan sampai memegang kekuasaan.

Mereka yang koruplah yang akan didukung dan dibela habis-habisan walaupun bukti sudah didepan mata. Butakah mereka? Entahlah. Mungkin saja otak mereka sudah dipenuhi dengan uang, hingga tak bisa membedakan mana yang baik dan buruk.

Suguhan berita tentang para koruptor pejabat negara seolah tak pernah sepi, selalu ramai menghiasi media. Apakah itu pula yang menjadikan generasi bermental korup tak putus?! Bagaimana tidak, sosok yang layak dijadikan panutan dihina dan dicaci sedangkan yang ya begitulaaah malah dipuja.

Bukan hanya para petinggi negeri, bahkan di kalangan rakyat jelatapun banyak yang bermental korup. Memeras keringat saudaranya yang bahkan lebih miskin darinya. Menghalalkan segala cara untuk bisa hidup lebih baik, namun nyatanya fatamorgana saja yang didapat.

Namun sayangnya tak terlalu banyak yang dilakukan untuk mencegah hal tersebut terjadi, bahkan korupsi terkesan dilegalkan. Jika Papah selalu dibela rekan-rekan sejawatnya, pun demikian dikalangan rakyat jelata.

Beralasan tak ingin mengurusi hidup orang lain, banyak yang akhirnya diam seribu bahasa kala ketidakadilan terjadi di depan mata. Seperti jika atasan mereka melakukan sesuatu hal yang menyimpang mereka memilih bungkam asalkan posisi tetap aman dan ikut menikmati enaknya walau cuman sedikit meski hati nurani sebenarnya berteriak memberontak.

Pun demikian yang terjadi dalam sebuah rumah tangga, nurani tertutup kala melihat segepok duit yang dibawa pulang suami walaupun tau itu haram asalkan perut kenyang, bisa beli lipstik selusin tak masalah dari mana asal uang tersebut.

Bagaimana dengan suami yang mencari nafkah? Ketika kebutuhan semakin meroket, penghasilan tak naik-naik dan bosan bersusah payah, ya akhirnya niru kelakuan Papah deh. *mudahannabraktianglistrikjuga

Hal-hal diatas sangat banyak dijumpai di masyarakat, jika sudah berbicara mengenai uang dan kenyamanan seolah tak ada lagi batasan antara benar dan salah. Hanya segelintir orang yang mampu bertahan dari harumnya duit baru yang masih mulus lus lus.

Lantas mustahilkah kita menciptakan generasi yang bebas korupsi? Jika hal tersebut masih terus berlangsung, ya tak mungkin negeri ini bebas dari para tikus pemakan duit rakyat. Untuk itu diperlukan kesadaran diri yang tinggi dari masing-masing pribadi agar menguatkan iman menghadapi senyuman dan syahdunya tatapan "Soekarno-Hatta". Tak pernah takut untuk menindaklanjuti apapun yang menyimpang dan merugikan kepentingan orang banyak.

Jika suami mampu mencari rezeki hanya dari tetesan keringatnya sendiri dan istri mampu menerima dengan lapang dada tanpa mengharapkan kemewahan semata maka bukan tidak mungkin orang-orang seperti Papah akan tereliminasi oleh seleksi alam.

Karena semua itu harus dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitu keluarga. Jika orangtua mampu mendidik anak-anak penerus bangsa menjadi pribadi yang sederhana, tak silau akan harta, tak gila akan status jabatan bukan tak mungkin generasi masa depan akan jauh lebih baik dari yang sekarang.

Mendidik putra putri bangsa yang terbebas dari korupsi tentunya sangat susah, mengingat fenomena yang sudah terlanjur mengakar di dalam tatanan masyarakat kita. Bagaikan pohon beringin, akarnya sudah menghujam terlalu dalam.

1 komentar

  1. Perubahan harus dimulai dari diri sendiri, dari hal terkecil dan jangan ditunda lagi, saat ini. Jika setiap orang melakukannya, pasti impian kita bersama akan tercapai

    ReplyDelete