Di Antara Dua Cinta: Mencumbu Jenggala, Berkalang Jeram! Tentang Cinta yang Diuji Oleh Jarak dan Waktu

"Alirannya masih ke hulu harapku.
Ia tak memutar haluannya hingga suatu hari
Saat tuntas semua tujuannya,
Harapku terus mengalir
Hingga ke muara hatinya
Sebab pada arusnya kutitip rindu ...." (Halaman 76)

Sumber gambar: belbuk.com
Sepenggal sajak di atas menggambarkan curahan isi hati Horizon pada kekasih hatinya, Zahra. Manakala Izon, biasa ia disapa sudah memantapkan hati pada satu-satu bidadari yang begitu dipujanya sejak zaman kuliah dulu, cobaan justru menghadang. Izon dihadapkan pada pilihan yang teramat sulit, meninggalkan kekasihnya demi mengabdi sebagai PNS di Pedalaman Kalimantan Timur. 

Meski hati sudah mantap, rencana telah disusun. Tetaplah Tuhan yang punya kuasa. Seperti halnya rezeki dan maut, jodohpun siapa yang tahu. Pada siapa hati pada akhirnya akan tertambat, takdirlah yang mengatur semuanya. 

***

Sinopsis

Izon, lelaki kota yang baru saja lulus tes Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sesuai dengan jurusan yang diambilnya selama kuliah. Izon bertekad mengabdikan diri sebagai seorang pendidik. Hanya saja SK pengangkatan PNS yang didapatkan mengharuskan Izon mengabdi ke Kampung Rikong, sebuah kampung yang letaknya jauh di pedalaman Hulu Mahakam. 

Bukan karena penempatannya yang membuat hati Izon gundah, namun meninggalkan Zahra lah yang membuat hatinya tak tenang. Berbekal dukungan dari pujaan hatinya tersebut, Izon melangkah memenuhi panggilan tugas mulia mendidik anak-anak suku Dayak di pedalaman Kalimantan Timur, Tak disangka, seperti perjalanannya menunju kampung Rikong, Muara Pahu yang penuh perjuangan serta melelahkan, pun demikian dengan kisah perjalanan hidup yang akan dihadapi Izon di tempatnya yang baru.

Leang, gadis Dayak anak dari Kepala Adat Kampung Rikong yang mana kecantikannya mampu menghadirkan getaran di hati Izon. Membuatnya khawatir akan perasaannya terhadap Zahra, kekasih hati yang kini berada jauh darinya. Dengan segenap jiwa Izon terus menjaga agar hatinya utuh hanya untuk Zahra seorang. Namun pertemuannya dengan Leang yang terus terjadi pada akhirnya mengubah semuanya. 

Angin kian kencang bertiupnya, menyibak anak rambut Leang hingga mengungkap leher jenjangnya, menyihir naluri kelaki-lakian Izon. Tanpa dikomando Izon membetulkan letak anak-anak rambut itu, membelainya, sedikit bergetar ia menghapus air mata itu, runtuhnya kian deras. Lalu ia letakkan kepala gadis itu di dadanya. Ia benar-benar melakukannya. Oh ... apakah ini cinta semusim, tanyanya dalam diam. (Halaman 147)

Cuplikan adegan di atas yang mana saat itu Izon bersimpati pada Leang yang tengah dirundung masalah, hingga melakukan sesuatu yang fatal akibatnya. Sebagai anak kota, mungkin Izon berpikir bahwa hal tersebut merupakan hal biasa, namun tidak demikian bagi masyarakat Kampung Rikong yang masih berpegang teguh pada hukum adat. 

Atas perbuatannya, Izon dikenai hukum adat dan mengharuskannya menikahi Leang. Bagai tertimpa langit runtuh, dunia Izon seakan berputar terbalik. Hatinya menangis mengingat Zahra, bidadari yang sedang menantinya di Samarinda, bidadari yang pasti menuntut kesetiaannya. Tiba-tiba saja hatinya dipenuhi penyesalan. Andai saja dahulu Zahra melarangnya mengambil SK pengangkatannya sebagai PNS, tentu Izon masih di Samarinda. Hatinya pun masih milik Zahra, gadis manis berjilbab yang selama ini setia mendampinginya. 

Nasi telah menjadi bubur. Sebagai seorang lelaki Izon harus bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat. Dengan berat hati, Izon menyetujui untuk menikah dengan Leang. Izon memutuskan melamar Leang secara adat. Namun, ternyata menikahi Leang tak semudah itu, masih banyak ritual adat yang harus dihadapi Izon, termasuk menguburkan tulang belulang leluhur ke Long Apari. Sebuah tempat yang sangat sulit untuk dijangkau, melewati jeram yang riak airnya sangat mematikan. 

Tak ada jalan untuk mundur, Izon terus maju menghadapi tantangan sebagai akibat dari sikap sembrononya yang bermain-main dengan hukum adat tempat tinggalnya yang baru. Lantas, bagaimana Izon menghadapi bahaya yang jelas terlihat di depannya? Berhasilkah ia mencapai Long Apari? Bagaimana dengan si cantik Zahra? 

Inni Indarpuri, menyajikan semuanya dengan apik. Bahasa yang digunakan oleh penulis pun sangat mudah dimengerti, serta cerita yang tertuang di dalamnya sangat jelas digambarkan. Kisah percintaan antara Izon dan Zahra yang pada akhirnya harus pupus oleh kehadiran Leang yang memaksa Izon menikahinya lewat hukum adat yang berlaku. Sepanjang cerita pembaca disuguhi banyak pengalaman baru, seperti upacara adat masyarakat Dayak, serta berbagai tradisi yang ada di kampung Rikong.

Melalui perjalanan Izon menembus aliran sungai agar sampai ke Long Apari, pembaca dibuat seolah-olah merasakan langsung pengalaman mengarungi ganasnya jeram yang dilalui. Yang pastinya membuat jantung pembaca ikut berdebar, bahkan tak jarang ikut gemas dengan apa yang menimpa Izon.

Menurut saya novel satu ini recommended banget buat kamu pecinta cerita dengan genre romance. Romantisnya kisah cinta Izon dan Zahra dijamin bakal sukses membuatmu baper. Apalagi jika sudah sampai bagian hadirnya Leang. Makin campur aduk, deh perasaan ini! Tak hanya kisah cinta penuh liku dan gelombang, kamu juga bakal disajikan mengengai gambaran bagaimana kehidupan masyarakat di pedalaman. Keren, bukan! 

Jadi tak hanya baper yang kamu dapat, namun juga banyak pengetahuan baru!

Demikianlah review mengenai novel "Di Antara Dua Cinta: Mencumbu Jenggala, Berkalang Jeram" Karya Inni Indarpuri. Semoga bermanfaat!

(Postingan ini diikutsertakan dalam 10 Days Review Book Challenge Infinity Lovink)


2 komentar

  1. Mantabs 👍👍👍 jadi pengen baca bukunya. BTW ini terbitan mana dan tahun berapa ya? 🙏😊

    ReplyDelete
  2. Terbitan Qiyas Media, tahun 2011, Nyah!

    Makasih udah mampir di mari

    ReplyDelete